Film “Agak Laen” bukan sekadar film biasa, tapi sebuah fenomena yang menghipnotis ribuan penonton. Dibintangi oleh Boris Bokir, Oki Rengga, Bene Dion, dan Indra Jegel, kisah horor-komedi ini telah memikat lebih dari 8 juta jiwa. Namun, keistimewaan “Agak Laen” tidak hanya terletak pada kombinasi genre yang unik, melainkan juga pada fakta bahwa film ini adalah hasil karya dari empat sosok lucu di belantika podcast, dengan skenario brilian dari Muhadkly Acho.
Dibawah bendera PH Imajinari milik Ernest Prakasa, “Agak Laen” menjelma menjadi film ketiga setelah kesuksesan “Ngeri-Ngeri Sedap” dan “Jatuh Cinta seperti di Film”. Kualitas yang terpatri dalam tiap frame-nya berhasil menggugah hati penonton, menjadikan Imajinari sebagai PH baru yang patut diperhitungkan.
Kisah bermula dari lelucon ringan di salah satu episode podcast mereka, di mana mereka mengundang Ernest Prakasa, seorang produser film ternama. Dalam percakapan itu, mereka berhasil meyakinkan Ernest tentang potensi besar cerita mereka untuk diadaptasi ke layar lebar, meski awalnya sang produser meragukan keberhasilan proyek tersebut.
“Agak Laen” membawa kita ke kehidupan empat sahabat yang berjuang di pasar malam, sambil mengelola sebuah rumah hantu. Masing-masing dari mereka membawa beban hidup yang berbeda, namun takdir mempertemukan mereka dalam sebuah usaha yang penuh liku-liku. Ketika usaha mereka tampak mandeg, Oki mencetuskan ide brilian untuk memperbarui rumah hantu mereka, menciptakan suasana yang lebih menyeramkan.
Namun, apa yang seharusnya menjadi penyegar bagi bisnis mereka berubah menjadi mimpi buruk ketika seorang pengunjung meninggal secara tragis di wahana tersebut. Upaya mereka untuk menyembunyikan kejadian tersebut berujung pada kehadiran arwah gentayangan yang malah memperbanyak kunjungan pengunjung ke rumah hantu mereka.
Namun, di balik kesuksesan ini, tersembunyi konflik-konflik kompleks yang menguji persahabatan dan moralitas mereka. Kasus kematian pengunjung tersebut menjadi sorotan polisi, serta menyulut kecemasan dalam benak Boris dan kawan-kawan.
Secara pribadi, penikmat film bisa menemukan beberapa alasan mengapa “Agak Laen” layak ditonton. Pertama, chemistry kuat antara keempat pemeran utamanya, yang terbentuk dari persahabatan mereka di dunia nyata. Kedua, penggambaran karakter yang realistis, tercermin dari berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Ketiga, komedi yang tak pernah berhenti, mengundang tawa tanpa henti dari penonton. Keempat, sinematografi yang memukau, menghidupkan suasana mencekam film tersebut. Dan kelima, penyampaian kebudayaan Batak yang kental, melalui kisah cinta antara Bene dan Naomi.
Secara keseluruhan, “Agak Laen” bukan sekadar film, tapi juga sebuah perjalanan emosional yang menggugah hati penonton, melalui plot yang kuat, pesan moral yang dalam, dan visual yang memukau. Sebuah karya yang pantas diapresiasi dari sudut pandang pertemanan, keluarga, asmara, dan identitas diri