RAGAMBAHASA.com || Sukabumi, Jawa Barat, diguncang fenomena tanah bergerak yang terjadi pada 4 Desember 2024. Peristiwa ini memaksa sebanyak 712 warga mengungsi ke tempat aman. Selain tanah bergerak, wilayah tersebut juga dilanda banjir bandang dan tanah longsor, memicu kekhawatiran masyarakat.
Pakar mitigasi kebencanaan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr. Ir. Amien Widodo, M.Si., menjelaskan bahwa beberapa faktor berkontribusi terhadap bencana ini, mulai dari perubahan fungsi lahan hingga dampak pemanasan global.
Perubahan Fungsi Lahan Jadi Pemicu
Menurut Amien, salah satu penyebab utama tanah bergerak dan longsor di Sukabumi adalah perubahan fungsi lahan di kawasan pegunungan yang terjadi secara bertahap. Masyarakat mengalihfungsikan lahan menjadi area pemukiman dengan membangun di lereng-lereng bukit.
“Tindakan ini mengakibatkan sudut kemiringan lereng menjadi kritis. Semakin banyak bangunan, semakin lebar pula retakan yang muncul. Fenomena ini sering disebut sebagai tanah ambles,” jelas Amien dalam keterangannya, Rabu (11/12/2024).
Pemanasan Global Perparah Situasi
Selain itu, pemanasan global turut memperburuk situasi. Cuaca ekstrem dan intensitas hujan yang tinggi menjadi pemicu utama tanah bergerak. “Permukaan tanah yang tidak dapat menyerap air hujan akibat pembangunan semakin mempercepat ketidakstabilan tanah, terutama di wilayah dengan banyak pemotongan bukit,” tambah Amien.
Langkah Mitigasi untuk Sukabumi
Amien mengusulkan berbagai langkah untuk mengatasi pergerakan tanah di Sukabumi. Salah satunya adalah mengembalikan fungsi hutan di kawasan perbukitan dan melakukan konservasi. Ia juga menekankan pentingnya membuat peta kawasan rawan bencana guna meningkatkan kesadaran masyarakat.
“Regulasi tata ruang yang lebih baik diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Semua pihak harus bekerja sama secara terintegrasi,” tegasnya.
Menurut Amien, langkah mitigasi ini tidak hanya relevan untuk Sukabumi, tetapi juga bagi daerah lain di Indonesia yang rawan bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor. Dengan regulasi yang tepat dan edukasi masyarakat, dampak bencana serupa dapat diminimalkan.