BANDUNG – Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) berhasil mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan lanjutan gedung D, F, dan G di RSUD Al Ihsan, yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

Kasus ini bermula dari laporan polisi bernomor LP.A/687/X/2022 tertanggal 25 Oktober 2022. Proyek pembangunan tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2019 dengan nilai kontrak Rp36,2 miliar.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Dr. AKBP Maruly Pardede, menjelaskan bahwa proyek ini hanya mencapai progres fisik 65,26 persen, dengan pembayaran kepada kontraktor sebesar Rp23,57 miliar. Namun, hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) pada September 2023 menemukan kerugian negara sebesar Rp12,8 miliar.

“Kerugian tersebut terdiri dari kelebihan pembayaran kepada kontraktor pelaksana sebesar Rp12,1 miliar dan kepada konsultan manajemen konstruksi sebesar Rp705 juta,” kata Maruly dalam keterangan pers, Kamis (19/12).

 

 

Modus Operandi
Penyelidikan mengungkap sejumlah pelanggaran oleh tersangka. Tersangka R.T., yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tanpa data yang dapat dipertanggungjawabkan. Ia juga menerima gratifikasi senilai Rp632 juta dari berbagai pihak.

Sementara itu, tersangka lainnya, M.A., Direktur Utama PT Gemilang Utama Alen, diduga tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak sehingga proyek tidak selesai. M.A. juga tidak mengembalikan kelebihan pembayaran sebesar Rp11,68 miliar, sesuai temuan audit BPK.

Barang Bukti dan Langkah Hukum
Polda Jabar telah menyita sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai Rp1,8 miliar, dokumen perencanaan dan pelelangan proyek, serta laporan hasil audit dari BPK dan Politeknik Negeri Bandung (Polban). Sebanyak 40 saksi dan 4 ahli juga telah diperiksa, termasuk ahli dari BPK RI, Polban, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dan ahli keuangan negara.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukumannya adalah penjara maksimal 12 tahun.

Tersangka dan Korban
Dua tersangka yang telah ditetapkan adalah R.T., seorang ASN di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, dan M.A., seorang pengusaha asal Makassar, Sulawesi Selatan.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena besarnya kerugian negara dan dampaknya terhadap pelayanan kesehatan masyarakat di Jawa Barat.