SEMARANG – Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) akhirnya buka suara terkait polemik yang muncul akibat lagu Bayar Bayar Bayar dari band Sukatani. Lagu tersebut sempat viral dan memicu perdebatan publik karena dianggap mengkritik praktik tertentu dalam masyarakat.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol M. Iqbal Alqudusy, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi langsung dengan band Sukatani untuk memahami maksud dan tujuan dari lagu tersebut.
“Kami telah mengklarifikasi langsung dengan pihak band Sukatani. Hasilnya, kami menghargai niat mereka yang sebenarnya tidak bermaksud menyinggung institusi tertentu,” ujar Iqbal dalam keterangan pers, Jumat (21/2/2025).
Polri Dukung Kebebasan Berekspresi
Iqbal menegaskan bahwa Polri tidak membatasi kebebasan berekspresi masyarakat, termasuk dalam seni dan musik. Menurutnya, kritik sosial melalui seni adalah bagian dari demokrasi, selama tidak melanggar hukum atau norma yang berlaku.
“Kami selalu mendukung kebebasan berekspresi, terutama dalam bentuk seni dan budaya. Namun, kami juga mengimbau agar ekspresi tersebut tetap menghormati aturan dan tidak menimbulkan kesalahpahaman,” tambahnya.
Dalam konteks ini, Iqbal mengajak semua pihak, termasuk para seniman dan musisi, untuk lebih bijak dalam menyampaikan kritik agar tidak menimbulkan kontroversi yang bisa merugikan berbagai pihak.
Sukatani Klarifikasi, Lagu Ditarik dari Peredaran
Sebelumnya, lagu Bayar Bayar Bayar mendapat perhatian luas setelah liriknya dianggap menyindir institusi tertentu. Akibat kontroversi tersebut, band Sukatani akhirnya mengklarifikasi bahwa mereka tidak berniat menyinggung siapa pun.
Tak lama setelah pernyataan klarifikasi itu, lagu tersebut ditarik dari peredaran. Personel band Sukatani, Syifa Al Lufti alias Alectroguy dan Novi Citra alias Twister Angel, juga menyampaikan permintaan maaf secara terbuka melalui akun resmi band mereka.
Meski begitu, perdebatan publik mengenai batas antara kritik dan penghinaan dalam ekspresi seni tetap berlangsung. Banyak pihak menilai bahwa kasus ini menjadi pengingat penting tentang bagaimana kritik sosial seharusnya disampaikan agar tetap efektif tanpa menimbulkan dampak negatif.
Arah Diskusi ke Depan
Kasus ini juga mencerminkan bagaimana dinamika kebebasan berekspresi di Indonesia terus berkembang. Beberapa aktivis kebebasan berekspresi menilai bahwa insiden ini seharusnya menjadi momentum bagi institusi untuk lebih menerima kritik sebagai bagian dari perbaikan.
Di sisi lain, aparat penegak hukum menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kritik dan penghormatan terhadap hukum yang berlaku.
“Kami ingin masyarakat memahami bahwa kebebasan berekspresi bukan berarti bebas tanpa batas. Ada aturan yang harus dihormati agar tidak menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu,” tutup Iqbal.
Dengan adanya klarifikasi ini, diharapkan polemik seputar lagu Bayar Bayar Bayar bisa mereda, dan menjadi pelajaran bagi semua pihak dalam memahami batasan kebebasan berekspresi di ruang publik.