RAGAMBAHASA.com – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang pernah menjadi salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, resmi menghentikan operasionalnya mulai 1 Maret 2025. Keputusan ini berdampak besar bagi ribuan karyawan yang harus menghadapi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Sukoharjo, Sumarno, mengonfirmasi bahwa para pekerja masih bekerja hingga 28 Februari 2025 sebelum pabrik benar-benar berhenti beroperasi. “Intinya PHK sudah diputuskan sejak 26 Februari, dan per 1 Maret, karyawan tidak lagi bekerja,” ujarnya.

Pemerintah menjamin hak para pekerja yang terkena dampak, termasuk jaminan hari tua, jaminan kehilangan pekerjaan, serta pesangon yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. “Insya Allah aman karena selama ini perusahaan rutin membayarkan premi,” tambah Sumarno.

Dari Kejayaan ke Pailit

Sritex bukan sekadar pabrik tekstil biasa. Sejak didirikan oleh H.M. Lukminto pada 1966 di Pasar Klewer, Solo, perusahaan ini berkembang pesat menjadi pemain utama industri tekstil Indonesia. Pabrik pertama dibangun pada 1968, fokus pada produksi kain kelantang dan celup.

Pada 1994, Sritex mencapai puncak kejayaannya dengan menjadi pemasok seragam militer untuk NATO dan Angkatan Bersenjata Jerman. Perusahaan ini juga berhasil mengekspor produk tekstil ke berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Spanyol, Argentina, Brasil, Jepang, dan Korea Selatan.

Meski berhasil bertahan dari krisis moneter 1998, kesuksesan Sritex mulai goyah sejak 2022 ketika perusahaan menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari salah satu debiturnya, CV Prima Karya. Pada Oktober 2024, Sritex resmi dinyatakan pailit setelah gagal memenuhi kewajiban pembayaran utangnya kepada PT Indo Bharat Rayon.

Warisan dan Prestasi Sritex

Selama hampir enam dekade, Sritex telah mencatatkan berbagai pencapaian, di antaranya:

  • Menerima penghargaan Businessman of the Year 2014 dari Forbes Indonesia.
  • Menjadi salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia dengan 50.000 karyawan pada 2018.
  • Memperoleh penghargaan Top Performing Listed Companies dalam sektor tekstil dan garmen pada 2015.
  • Menerima Intellectual Property Rights Award 2015 dari WIPO.
  • Menjadi pemasok utama seragam militer lebih dari 30 negara.

Meski kini Sritex harus menutup lembaran perjalanannya, jejak perusahaan ini tetap menjadi bagian penting dalam sejarah industri tekstil Indonesia. Namun, tutupnya Sritex juga menjadi sinyal bagi industri tekstil nasional yang sedang menghadapi tantangan besar, termasuk persaingan global dan tekanan ekonomi.

Apakah industri tekstil Indonesia bisa bangkit kembali setelah kejatuhan Sritex? Hanya waktu yang bisa menjawab.