RAGAMBAHASA.com || Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, Andri Hidayana menanggapi terkait penutupan objek wisata Pulau Kunti dan Pasir Putih di kawasan Cagar Alam Cibanteng yang berlokasi di Desa Mandrajaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi.

“Secara pribadi saya tidak setuju dengan adanya keputusan penutupan tersebut, karena apa? Pulau Kunti dan Pantai Pasir Putih merupakan kawasan Geopark Ciletuh Palabuhanratu yang sudah ditetapkan sebagai kekayaan wisata alam CPUGp. Jadi itu sangat tidak adil,” tegas Andri Hidayana  Kamis (30/11/2023).

Adapun adanya aktivitas masyarakat disana, lanjut Andri, selama masih bisa dibina dan diarahkan, bukan untuk dibinasakan. Terlebih banyak pelaku usaha juga yang berkaitan dengan objek wisata itu. “Ada pemandu wisata, ada jasa perahu, serta UMKM, dimana warga membuka usaha warung kecil kecilan. Pengunjung wisata pun banyak yang datang ingin melihat dari dekat Pulau Kunti dan Pantai Pasir Putih.

 

“Jadi keputusan penutupan itu, sangat berdampak, sama saja mematikan usaha mereka,” ujarnya.

Andri menuturkan, jangan konservasi dijadikan alasan, yang jelas disana itu banyak masyarakat yang diambil alih lahannya tidak jelas.

BKSDA itu, jelas Andri, harus nya punya program yang jelas, bukan asal asalan. Lahan yang dikuasai BKSDA pun masih banyak sengketa dengan masyarakat. Harusnya ada perubahan peta atau ada pengukuran ulang, agar sengketa bisa selesai. Toh, kan ada regulasi yang mengatur tentang kawasan. Bukan seenaknya main usir atau main lapor.

“Bukan masalah baru, BKSDA beberapa tahun yang lalu secara brutal melakukan pengusiran dan pembongkaran lahan yang sudah dikelola oleh masyarakat secara turun temurun. Lebih parah bukan di hutan tapi di wilayah yang sudah menjadi permukiman, areal sawah bahkan ada sekolah yang dirobohkan. Hal itu sekarang akan dilakukan kepada para pelaku usaha wisata,” ungkap Andri.

Andri pun bertanya, BKSDA bekerja untuk siapa dan demi siapa? Tentunya untuk negara dan masyarakat, bukan untuk pengusaha atau konglomerat.

“Banyak lokasi BKSDA yang dikerjasamakan dengan investor. Insya Alloh dalam waktu dekat, kami DPRD akan memanggil semua pihak, untuk dicarikan solusi terbaik,” imbuhnya.

Sebelumnya diberitakan, dua destinasi di kawasan Geopark Ciletuh Sukabumi akan ditutup untuk aktivitas wisata. Keduanya adalah Pulau Kunti dan Pantai Pasir Putih. Larangan kegiatan wisata ini karena kedua tempat itu masuk ke dalam wilayah Cagar Alam Cibanteng di Desa Mandrajaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi.

Keputusan penutupan disepakati dalam rapat koordinasi tata kelola Pulau Kunti dan Pantai Pasir Putih di kantor Desa Mandrajaya, Rabu, 29 November 2023.

Hadir dalam rapat itu Pemerintah Desa Mandrajaya, Kepala Resort Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Cikepuh (membawahi Cagar Alam Cibanteng), Kepala Bagian ESDM Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Badan Pengelola Ciletuh-Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGGp), PAPSI, Ketua Ranger, pelaku usaha, pelaku jasa perahu, Balawista, Pokmasi, dan paguyuban pemandu wisata.

“Tidak diperbolehkan wisatawan atau siapa pun masuk ke Pulau Kunti dan Pasir Putih, kecuali untuk penelitian dan pendidikan. Jadi nanti wisatawan hanya bisa melihat Pulau Kunti dan Pasir Putih dari perahu,” kata Kepala Resort BKSDA Cikepuh Iwan Setiawan kepada sukabumiupdate.com.

Penutupan kegiatan wisata ini akan mulai dilakukan pada 1 Januari 2024. Khusus di Pantai Pasir Putih, Iwan menyebut terdapat 12 warung milik warga dan akan direlokasi, yang juga diberi waktu sampai 30 Desember 2023. “Kalau ada pihak yang sengaja tidak mengindahkan larangan ini, maka akan ada tindakan secara hukum,” ungkap politisi PPP tersebut.

Kepala Desa Mandrajaya Ajat Sudrajat membenarkan larangan bagi siapa pun masuk wilayah Cagar Alam Cibanteng, termasuk Pulau Kunti dan Pantai Pasir Putih. “Keputusan bersama. Sejumlah warung rencananya pindah ke Pantai Cikadal, namun di Pantai Cikadal pun sudah penuh. Jadi sementara masih dimusyawarahkan,” kata dia.

“Ini aturan yang ditetapkan dan dimusyawarahkan kemarin. Yang memutuskan Pak Kares Polhut SM Cikepuh. Sebetulnya manfaatnya banyak juga untuk masyarakat, tetapi kami menyadari itu kawasan, bukan tanah desa,” tambah Ajat.