RAGAMBAHASA.com ||Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sukabumi menyampaikan rasa duka yang mendalam atas kepergian GP (15 tahun), siswa kelas IX SMP Negeri 1 Cicurug, yang menjadi korban pembacokan dan meninggal dunia pada Rabu, 28 Agustus 2024.

Ungkapan duka tersebut disampaikan oleh jajaran Disdik melalui Bidang SMP, yang mengunjungi kediaman korban pada Kamis, 29 Agustus 2024, bersama Polres Sukabumi. Sebelum melayat, kedua instansi tersebut terlebih dahulu mendatangi SMPN 1 Cicurug untuk memberikan pembinaan kepada warga sekolah, khususnya para guru, mengenai pentingnya pendidikan dan pengawasan terhadap siswa.

“Kemudian, kami melanjutkan kunjungan ke rumah duka bersama Kapolres, untuk menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya. Saat ini, Dinas Pendidikan berduka,” ujar Kasi Kesiswaan dan Manajemen SMP Disdik Kabupaten Sukabumi, Devi Indra Kusumah.

Devi menambahkan bahwa kejadian ini menjadi tamparan bagi semua pihak, mengingat korban adalah anak yang dikenal baik dan tidak pernah bermasalah. Dia memastikan peristiwa tersebut terjadi saat jam pulang sekolah, ketika korban berjalan kaki bersama teman-temannya.

“Korban dalam perjalanan pulang dari sekolah ke rumahnya di Cicewol. Saat melewati jembatan, GP dan pelaku berpapasan, dan dia diserang hanya sekitar 200 meter dari rumahnya,” ungkapnya.

Disdik menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada aparat penegak hukum agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Meskipun orang tua korban tampak emosional dan sangat sedih, mereka berhasil ditenangkan oleh keluarga dan aparat untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Selain memberikan dukungan moril, Disdik juga memberikan bantuan materiil untuk kebutuhan keluarga korban.

“Saya juga mengapresiasi kehadiran Kapolres yang turut mendampingi kami. Ini adalah bentuk kepedulian dan dukungan kepada keluarga korban,” tuturnya.

Devi menyoroti bahwa kejadian ini mencerminkan degradasi moral yang terjadi di kalangan anak-anak muda saat ini. Dia merasa miris melihat kekerasan dianggap biasa oleh sebagian pelajar.

“Ini adalah kejadian ketiga dengan korban meninggal di Kabupaten Sukabumi. Sebelumnya di Kecamatan Gunungguruh, lalu di Kecamatan Cikembar, dan kini di Kecamatan Cicurug,” ungkapnya.

Dia menekankan bahwa pengawasan ketat terhadap anak-anak harus menjadi prioritas semua elemen masyarakat. “Jika kita sedikit saja lengah dalam pengawasan, anak-anak yang seharusnya aman bisa menjadi korban atau pelaku penyimpangan,” katanya.

Sebagai tindak lanjut, Disdik Kabupaten Sukabumi akan memaksimalkan penerapan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. “Peraturan ini akan dilaksanakan secara masif, terutama untuk mengatasi perundungan yang dapat mengganggu kesejahteraan mental siswa,” pungkasnya.

Diketahui bahwa dua pelajar dari SMP Swasta telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu SM (16 tahun) dan BM (14 tahun). Menurut kepolisian, motif pembacokan tersebut adalah balas dendam. Dalam rilis yang diterima, SM menjelaskan kepada pihak kepolisian bahwa beberapa hari sebelumnya, temannya ditendang oleh salah satu siswa di sekolah korban.

SM dan BM, yang berstatus sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH), tidak dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolres Sukabumi pada Jumat, 30 Agustus 2024. Namun, Kapolres Sukabumi, AKBP Samian, menyatakan bahwa kedua tersangka berhasil ditangkap kurang dari delapan jam setelah kejadian pembacokan pada Rabu siang.

“Kami mengungkap kasus ini berdasarkan informasi dari masyarakat dan ciri-ciri pelaku yang kami dapatkan,” kata dia kepada wartawan, Jumat.

Samian menjelaskan bahwa peristiwa tragis ini terjadi di Kampung Cicewol RT 02/01 Desa Mekarsari, Kecamatan Cicurug. Saat itu, korban bersama lima temannya bertemu rombongan tersangka di gang menuju rumahnya. Kedua tersangka berboncengan sepeda motor, dengan satu orang menjadi joki dan satu lainnya sebagai eksekutor pembacokan menggunakan celurit.

“Kejadian ini diawali dengan ketersinggungan yang mungkin berawal dari salah paham di media sosial. Setelah itu, dilakukan penganiayaan oleh kelompok siswa dari sekolah lain,” ujarnya.

Dalam kasus ini, kedua tersangka dijerat Pasal 80 ayat (1) dan (3) jo Pasal 76C UU RI Nomor 35 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun.

Samian mengimbau masyarakat, khususnya orang tua, untuk lebih waspada dalam menjaga anak-anak mereka. “Pastikan anak-anak kita pulang sekolah tepat waktu, tidak nongkrong di tempat yang tidak penting, dan selalu bergaul dengan teman-teman yang positif untuk kegiatan yang membangun,” tegasnya.

Korban merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dan keluarga meminta agar tersangka diproses sesuai hukum yang berlaku.