JAKARTA – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menegaskan bahwa pemerintah mendukung penuh kebebasan berekspresi. Pernyataan ini merespons isu dugaan intimidasi terhadap band Sukatani oleh kepolisian akibat lagu mereka yang berjudul Bayar Bayar Bayar.
“Saya belum lihat ya, nanti coba saya pelajari. Tapi kami selalu mendukung kebebasan berekspresi,” ujar Fadli di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (21/2/2025).
Fadli menekankan bahwa masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan kritik, selama tidak melanggar hak individu lain atau menyinggung isu sensitif seperti suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“Misalnya, jangan sampai menyinggung SARA atau institusi-institusi yang bisa dirugikan,” katanya.
Kritik Harus Proporsional
Meski mendukung kebebasan berpendapat, Fadli mengingatkan bahwa kritik yang mengarah ke institusi bisa menjadi permasalahan tersendiri.
“Kalau mengkritik individu atau oknum, saya kira tidak ada masalah. Tapi kalau menyebut institusi secara umum, itu bisa membawa dampak lebih luas,” jelasnya.
Menurutnya, ada kemungkinan oknum di suatu institusi melakukan pelanggaran, namun menuding seluruh institusi bisa menimbulkan persepsi yang tidak proporsional.
“Saya kira harus ada keseimbangan, terutama dalam menyangkut institusi negara seperti kepolisian yang kita butuhkan agar tetap kuat, akuntabel, dan bersih,” tegasnya.
Mabes Polri: Kami Tidak Antikritik
Sebelumnya, band punk Sukatani sempat viral di media sosial setelah meminta maaf kepada Polri terkait lagu Bayar Bayar Bayar, yang liriknya menyinggung praktik pungutan liar oleh oknum polisi. Tak lama setelah permintaan maaf itu, lagu tersebut ditarik dari peredaran.
Menanggapi hal ini, Mabes Polri menegaskan bahwa pihaknya tidak alergi terhadap kritik.
“Polri terus berupaya menjadi organisasi yang modern dan tidak antikritik,” kata Karo Penmas Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Kamis (20/2/2025).
Kontroversi ini memicu perdebatan di kalangan publik mengenai batasan antara kebebasan berekspresi dan kritik terhadap institusi.