SUKABUMI – Sejumlah mahasiswa di Sukabumi menggelar aksi demonstrasi menolak rencana efisiensi anggaran pendidikan yang dilakukan pemerintah. Aksi ini berlangsung pada Jumat (21/2/2025) dan menjadi bagian dari gelombang protes yang terjadi di berbagai daerah terkait kebijakan pemangkasan anggaran oleh pemerintah pusat.
Para demonstran menilai bahwa kebijakan efisiensi anggaran pendidikan berpotensi merugikan kualitas layanan pendidikan di Indonesia. Dalam orasinya, mahasiswa menuntut pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut serta mencari solusi alternatif yang tidak berdampak negatif terhadap sektor pendidikan.
Latar Belakang Kebijakan
Demonstrasi ini merupakan respons terhadap Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengharuskan pemangkasan anggaran belanja APBN sebesar Rp 306,7 triliun. Dari jumlah tersebut, anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) turut terkena dampaknya dengan pemangkasan sebesar Rp 8 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah memastikan bahwa meskipun terjadi efisiensi anggaran, program beasiswa seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah tidak akan terpengaruh. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 14,69 miliar untuk mendukung 1.040.192 mahasiswa penerima KIP Kuliah agar tetap dapat melanjutkan pendidikan mereka tanpa hambatan.
Namun, mahasiswa menilai bahwa pemangkasan anggaran di sektor lain tetap akan berpengaruh pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Mereka khawatir kebijakan ini akan berdampak pada pemotongan bantuan operasional sekolah (BOS), fasilitas pendidikan, hingga kesejahteraan tenaga pendidik.
Kritik Mahasiswa dan Akademisi
Salah satu koordinator aksi, Raka Pratama, menyatakan bahwa pemerintah harus lebih transparan dalam menjelaskan dampak dari kebijakan ini. Menurutnya, sektor pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tidak boleh dikorbankan demi efisiensi anggaran jangka pendek.
“Pendidikan adalah hak fundamental yang harus dijaga. Jika anggaran pendidikan dikurangi, lalu bagaimana dengan fasilitas sekolah, gaji guru honorer, dan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu?” ujar Raka di tengah aksi.
Tak hanya mahasiswa, sejumlah akademisi dan pengamat pendidikan juga turut menyuarakan kekhawatiran mereka. Pengamat pendidikan dari Universitas Indonesia, Dr. Luthfi Rahman, menilai bahwa efisiensi anggaran di sektor pendidikan dapat menurunkan kualitas layanan pendidikan secara signifikan.
“Kebijakan efisiensi memang diperlukan, tetapi tidak seharusnya menyasar sektor pendidikan. Jika anggaran pendidikan dikurangi, maka potensi kenaikan biaya pendidikan akan membebani masyarakat, terutama di tingkat pendidikan tinggi,” jelasnya.
Aksi Lanjutan dan Respons Pemerintah
Para mahasiswa mengancam akan terus melakukan aksi hingga ada kejelasan dari pemerintah terkait dampak konkret kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan ini. Mereka juga mendesak DPRD dan pemerintah daerah untuk menyampaikan aspirasi mereka ke pemerintah pusat.
Sementara itu, pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan bahwa pemangkasan anggaran dilakukan dengan tetap mempertimbangkan skala prioritas. Pemerintah menegaskan bahwa program-program utama yang langsung berkaitan dengan akses pendidikan, seperti KIP Kuliah dan BOS, tidak akan terkena dampak besar.
Meski demikian, demonstrasi mahasiswa di Sukabumi menunjukkan bahwa masih ada keresahan di kalangan masyarakat terkait kebijakan ini. Dengan adanya aksi ini, diharapkan pemerintah dapat lebih terbuka dalam menjelaskan arah kebijakan anggaran pendidikan ke depan.
(Laporan: Tim Liputan Sukabumi)